Minggu, 27 Februari 2011

[Say NO to Valentine] Kategori Artikel, Mengungkap Rahasia di Balik Valentine, Aulia Rahmawati


            Ada hari yang ditunggu-tunggu oleh para muda-mudi remaja pada khususnya, yaitu Valentine. Hari yang jatuh di bulan Februari tanggal 14 ini selalu menjadi hari  yang penuh momen-momen tersendiri bagi mereka yang sedang dilanda cinta.
            Dalam hari Valentine biasanya orang akan mengucapkan Be My Valentine dan diungkapkan dengan simbol sebatang coklat kepada pasangan atau kekasihnya. Hal ini tentu sudah menjadi trend di kalangan anak muda.
            Sebenarnya bila kita ingin mengetahui lebih jauh darimana datangnya Valentine? Selama ini remaja hanya bersikap sebatas tahu dan ikut-ikutan budaya Valentine karena memang sudah cukup terkenal di kalangan masyarakat kita. Bahkan, bila tidak merayakan Valentine dianggap sebagai anak yang tidak gaul dan ketinggalan zaman.
            Istilah Valentine ternyata berasal dari bahasa latin yang berarti Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat, Yang Maha Kuasa. Kata ini dahulu ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, dewa atau tuhan orang Romawi Kuno. Maka disadari atau tidak, ucapan “to be my Valentine”, dengan sendirinya mengandung arti meminta pasangan kita menjadi “Sang Maha Kuasa” atas diri kita sendiri atau dengan kata lain mendewakan pasangan kita. Bukankah itu sudah menyalahi ajaran agama karena termasuk ke dalam syirik dan juga Allah berfirman bahwa kita sebaiknya mencintai sesuatu sekedarnya dan membenci sekedarnya, berlebih-lebihan dalam mencintai pasangan tentu saja dilarang.          Sejarah Valentine itu sendiri berawal dari seorang raja Roma yang menghadapi tentara barbar, dan karena masa jabatannya hanya dua tahun maka beliau harus mempersiapkan angkatan bersenjata dalam waktu yang singkat. Cara itu dapat ditempuh dengan cara memfokuskan para pemuda di negerinya untuk bias berkonsentrasi penuh belajar berperang tanpa memikirkan hal-hal lainnya, termasuk cinta.
Oleh karena itu sang raja memeberikan peraturan kepada para pemuda untuk tidak menjalin hubungan asmara kepada perempuan dan bahkan sampau melarang adanya pernikahan. Hal ini dirasa sangat berat oleh para pemuda Roma dimana naluri dengan peraturan tersebut tentu saja sama dengan membelenggu fitrah manusia sebagai  . Namun mereka juga tidak berani untuk menentangnya karena hukuman yang akan diterima jika ketahuan sangatlah berat.
Dalam kondisi inilah, menurut mitos Valentine Day, muncul seorang pemuka agama yang disebut Santo Valentine yang secara diam-diam melakukan upaya peresmian hubungan para pemuda dengan pemudi Roma, dan menikahkan para pemuda dan pemudi Roma secara diam-diam agar tidak diketahui oleh sang Raja.
Bagaimanapun akhirnya layaknya peribahasa akhirnya bau bangkai tetaplah tercium juga dan sang Raja mendengar  Suatu waktu sang Raja mendengar hal ini dan menjadi marah besar. Santo Valentinus ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Cerita ini diketahui dan turun temurun layaknya sebuah mitos, dan Santo Valentinus pun menjelma menjadi sosok misterius yang kepopulerannya di Barat hanya berada di bawah Yesus Kristus, di mana Hari Valentine menjadi perayaan paling meriah di Barat setelah Hari Natal di penghujung Desember tiap tahun.
Jadi, sudah jelaslah bagi kita sebagai umat Islam bahwa perayaan hari Valentine itu tidak ada dalam ajaran Islam karena dari asal – usulnya pun sudah berasal dari Roma yang sejarah ceritanya juga tidak ada sangkut pautnya dalam Islam. Itu pun sudah termasuk dalam kategori tasyabuh atau meniru budaya orang kafir.
Adapun hari raya Valentine dalam Islam itu sendiri adalah tanggal 10 Muharram dimana umat Islam dimana umat muslim bersuka cita menyambut datangnya bulan itu. Namun tetap saja hari kasih sayang bagi umat Islam tidak disimbolkan dengan adanya pemberian coklat dan atau memberikan  kata-kata cinta. Islam mempunyai cara tersendiri dalam mengungkapkan perasaan pada lawan jenis dan juga ungkapan cinta seharusnya bukan hanya ditunjukkan di hari Valentine saja, tapi juga di hari-hari yang lain.
           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar